Suatu penelitian atau penulisan hukum harus memiliki judul. Judul dapat diangkat dari suatu masalah atau gejala hukum yang terjadi didalam masyarakat. Judul merupakan gambaran terhadap suatu keadaan atau situasi, baik yang menyangkut pribadi maupun masyarakat.
Peristiwa biasanya dibagi 2, yakni: peristiwa biasa dan peristiwa hukum. Untuk menulis judul penelitian hukum, maka harus ada periwstiwa hukum yang menimbulkan akibat hukum. Peristiwa hukum dapat menjadi judul suatu penelitian. Menurut Amiruddin dan Asikin, judul penelitian harus menunjukkan lingkup dari penelitian dan menggambarkan permasalahan yang akan diteliti.
Jika mengalami kesulitan dalam merumuskan judul penelitian, tulislah judul dalam bentuk mrnyeluruh, luas, banyak terminologi, termasuk isi penelitian dengan pemilihan kata-kata yang tepat dan pendek. Kemudian diedit, kata-kata yang tidak diperlukan dan mubazzir dihilangkan, sehingga akhirnya judul tersebut menjadi jelas dan singkat.
B. Latar Belakang Masalah
Semua penelitian harus memiliki latar belakang masalah. Latar belakang masalah merupakan abstraksi atau masalah-masalah yang akan menjadi objek penelitian. Biasanya mengacu pada fenomena masyarakat seperti krisis penegakan hukum, krisis ideologi, kemisikinan, kerusuhan sosial, krisis politik, krisis kebudayaan, dan masalah pertahanan dan keamanan yang melingkupi suatu masyarakat dan negara.
Latar belakang harus mencerminkan ada kelemahan apa yang “diderita” pada objek yang diteliti. Kelemahan ini juga penting agar alasan kenapa sebuah prenelitian harus dilakukan. Latar belakang harus ditutup dengan kalimat yang menekankan kenapa masalah yang menjadi objek penelitian tersebut penting untuk segera diteliti dan uraian mengenai dampaknya jika penelitian itu ditunda-tunda untuk tidak diteliti.
Menurut Soerjono dan Soekanto, suatu konsep latar belakang masalah yang secara relatif dapat dianggap baik, biasanya mencakup pokok-pokok, sebagai berikut:
1. Situasi atau keadaan dimana diduga bahwa masalah yang ingin diteliti tadi timbul
2. Alasan-alasan atau sebab-sebab mengapa peneliti ingin menelaah masalah-masalah
yang telah dipilihnya, secara mendalam
3. Hal-hal yang telah diketahui atau belum diketahui mengenai masalah yang akan
diteliti
4. Pentingnya penelitian tersebut, baik secara teoritis atau secara praktis
5. Penelitian yang akan dilakukan, dapat mengisi kekosongan yang ada.
C.Pertanyaan penelitian
Setiap pertanyaan memiliki latar belakang masalah, dan latar belakang masalah menjadi elemen kunci sebuah pertanyaan penelitian. Oleh karena itu, tidak ada pertanyaan yang lepas dari masalah, karena sumber dari pertanyaan terletak pada masalah.
Pertanyaan seperti : “bagaimana cara melakukan harmonisasi kewenangan terhadap Lembaga Negara Non-Struktural”? Pertanyaan ini tidak akan muncul jika sebelumnya tidak ada masalah yang terkait dengan tumpang tindih-nya sejumlah faktor dalam Lembaga Negara Non-Struktural, seperti; kewenangan yang tidak sinkron, kelembagaan yang tumpang tindih eksistensinya dengan lembaga lain, dan seterusnya.
Dalam hukum kausalitas, tidak akan ada akibat tanpa sebab. Hukum sebab akibat akan menjadi dasar bagi bangunan pertanyaan di dalam menulis karya hukum.
Pertanyaan dalam karya hukum juga muncul karena ada masalah.
Perumusan masalah atau pertanyaan penelitian merupakan salah satu terhadap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting guna membatasi segmen apa yang diteliti. Tanpa pertanyaan penelitian (rumusan masalah), suatu aktivitas penelitian akan menjadi sia-sia dan tidak dapat menghasilkan suatu penelitian sebagaimana yang diharapkan.
Pertanyaan penelitian (research questions) disebut juga sebagai research problem (masalah penelitian), adalah suatu rumusan yang mempertanyakan keadaan, situasi atau fenomena yang mandiri (otonom, atau tunggal), maupun dalam kedudukannya sebagai situasi, keadaan atau fenomena yang berjalin kelindan dan saling terkait dengan situasi, keadaan dan fenomena lainnya, yang timbul sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Meskipun singkat, merumuskan pertanyaan pada penelitian adalah merupakan kegiatan sentral yang harus dipenuhi.
Jika dibagi dan diuraikan, perumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, meliputi :
Pertama, Perumusan masalah yang bersifat deskriptif, yakni suatu perumusan masalah yang apabila situasi, keadaan atau fenomenanya tunggal (otonom). Tidak ada hubungan antarsituasi, keadaan atau fenomena;
Kedua, Perumusan masalah yang bersifat eksplanatoris, yakni suatu rumusan masalah yang apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih situasi, keadaan atau fenomena.
Tidak ada penelitian yang dapat dilakukan dengan benar tanpa rumusan masalah atau pertanyaan yang terarah.
Pertanyaan seperti :
Bagaimanakah berlakunya sistem pemenjaraan modern dalam mengendalikan perilaku kejahatan secara efektif?
Pertanyaan apakah, dalam logika tidak akan sama dengan pertanyaan bagaimanakah.
Pertantaan bagaimana juga dapat bermakna filosofis dalam penelitian. Kebanyakan pertanyaan penelitian untuk program doktoral biasanya dengan pertanyaan bagaimana, karena dengan begitutu dapat mengungkap “kedalaman” konsep atau fakta.
Rumusan masalah dianggap sangat penting karena memiliki fungsi sebagai pendorong agar kegiatan penelitian dapat dilakukan. Namun sebaiknya sebelum menentukan rumusan masalah, perlu dipertimbangkan kesesuaian antara berbagai elemen pendukung penelitian, seperti data, kerangka teoritik, hambatan dan tantangan penelitian dan sebagainya, guna menghindari pengubahan pertanyaan penelitian.
Rumusan masslah juga akan menjadi penentu jenis data macam apa yang perlu yang harus dikumpulkan oleh peneliti. Kadang-kadang juga rumusan masalah akan membantu memastikan bahwa penelitian itu bersifat kualitatif atau kuantitatif. Jika pertanyaan dimulai dari kata “berapa”, maka dapat dipastikan penelitian tersebut akan bersifat kuantitatif, atau setidak-tidaknya memiliki unsur kuantitatif.
Keputusan memilih data harus relevan dengan objek dan metode penelitian, sementara objek dan metode penelitian berakar pada rumusan masalah.
Jika yang diteliti adalah efektivitas suatu undang-undang, maka data yang digunakan bersifat kualitatif, dan sumber data bisa sari hasil wawancara.
Suatu rumusan masalah memiliki sejumlah kriteria yang harus dipenuhi agar dapat memenuhi unsur penelitian yang ilmiah.
Pertama, para penulis atau peneliti hukum mengetahui bahwa suatu perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif. Pertanyaan dapat dijawab dengan pendekatan deskriptif maupun eksplanatoris dengan melihat inti rumusan masalah. Jika pertanyaan hanya memerlukan jawaban yang bersifat deskriptif, maka peneliti berupaya untuk membuat pertanyaan yang tidak meluas.
Kedua, suatu rumusan masalah penelitian atau dalam mengajukan pertanyaan penelitian, seorang peneliti harus dapat memastikan bahwa apa yang akan ditelitinya akan bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan teori baru atau pengembangan dari teori yang sudah ada.
Pada prinsipnya, pertanyaan penelitian mengacu pada pertanyaan prinsipil, yakni “dapatkah penelitian yang dilakukan menjawab permasalahan yang diteliti dan sejauhmanakah manfaatnya bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat secara luas.”
Pertanyaan yang telah diuraikan dalam subbagian logika dapat ditelaah secara lebih mendalam dalam konsep rumusan masalah penelitian, Misalnya :
Bagaimanakah
Mengapakah
Berapakah
Kemanakah
Atau pertanyaan lain yang dikembangkan dari kerangka logika dan epistemologi ilmu pengetahuan. Pertanyaan penelitian tidak dapat dipisahkan dari kerangka dasar filsafat dan ilmu pengetahuan.
D. Metode Penelitian Untuk Mencari Jawaban Yang Logis
Suatu penelitian ilmiah yang menghasilkan jawaban ilmiah memerlukan metode penelitian. Dengan metode penelitian, seorang peneliti atau penulis hukum akan mengetahui kualitas hasil penelitiannya. Metode penelitian adalah semacam koridor untuk menghasilkan suatu penelitian yang baik dan ter arah. Oleh karena itu, ada berbagai jenis penelitian, di mana jenis-jenis penelitian ini menentukan metode yang digunakan serta instrumen yang digunakan.
Secara umum, penelitian hukum menurut Soerjono Soekanto dapat dibagi dalam :
1. Penelitian hukum normatif, yang terdiri atas:
a. Penelitian terhadap asas hukum
b. Penelitian terhadap sistematika hukum
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum
d. Penelitian sejarah hukum, dan
e. Penelitian perbandingan hukum
2. Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang terdiri dari:
a. Penelitian terhadap identifikasi hukum
b. Penelitian terhadap efektivitas hukum
Adapun Soetandyo Wignjosobroto membagi penelitian hukum dalam :
1.Penelitian doctrinal, yang terdiri dari :
a. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif
b. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif dan
c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.
2. Penelitian non-doktrinal, yaitu penelitian berupa studi studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenal proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Tipologi penelitian yang terakhir ini sering disebut sebagai Socio Legal Research.
1. Pendekatan Hukum Normatif
Penulisan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penulisan hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data atau bahan perpustakaan yang merupakan data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier.
Dalam penulisan atau pengkajian ilmu hukum normatif, kegiatan untuk menjelaskan hukum tidak diperlukan dukungan data atau fakta-fakta sosial, sebab ilmu hukum normatif tidak mengenal data atau fakta sosial, yang dikenal hanya bahan hukum.
Penulisan hukum normatif menurut Soerjono Soekanto mencakup :
1. Penulisan terhadap asas-asas hukum.
2. Penulisan terhadap sistematika hukum.
3. Penulisan terhadap taraf sinkronisasi hukum.
4. Penulisan sejarah hukum.
5. Penulisan perbandingan hukum.
Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Adapun data sekunder tersebut memiliki ciri-ciri umum, sebagai berikut :
1. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat (ready-made).
2. Bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu.
3. Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan tempat
2. Metode Penelitian Hukum Empiris
Empirical Legal scholarship/Socio-legal Studies oleh Wing Hong Chui disebut juga dengan istilah "law in context re search". Pada Empirical Legal scholarship/Socio-legal Studies, starting point-nya bukan terletak pada hukumnya akan tetapi problem yang ada dalam masyarakat yang kemungkinan besar problem tersebut dapat digeneralisasikan.
Penelitian hukum empiris dapat dibagi ke dalam beberapa jenis penelitian, yakni :
a. Nonjudicial Case Study Jenis penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Menggunakan kasus hukum yang tanpa konflik sehingga tidak ada campur tangan dengan pengadilan.
b. Judicial Case Study Pendekatan judicial case study ini merupakan pendekatan studi kasus hukum karena konflik sehingga akan melibat kan campur tangan dengan pengadilan untuk memberi kan keputusan penyelesaian (yurisprudensi)
C. Live Case Study Pendekatan live case study merupakan pendekatan pada suatu peristiwa hukum yang prosesnya masih berlangsung atau belum berakhir.
E. Kerangka Teoritis Penelitian
Setiap penelitian, baik penelitian hukum maupun penelitian ilmu sosial lainnya harus menggunakan kerangka teoretis. Kerangka teoretis ini menjadi acuan untuk mendalami objek penelitian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Teori juga dapat diartikan “Penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi asas dan hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan, pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu. Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan.
Menurut Soerjono Soekanto, agar lebih konkret, beliau mengajukan kriteria teori yang ideal seperti yang dikemukakan oleh James A. Black & Dean J. Champion, sebagain berikut :
1. Suatu teori secara logis harus konsisten; artinya tidak ada hal-hal yang saling bertentangan di dalam kerangka yang bersangkutan
2. Suatu teori terdiri dari pernyataan-pernyataan mengenai gejala tertentu, pernyataan mana mempunyai interelasi yang serasi
3. Pernyataan di dalam suatu teori, harus dapat mencakup semua unsur gejala yang menjadi ruang lingkupnya, dan masing-masing bersifat tuntas
4. Tidak ada pengulangan ataupun duplikasi didalam pernyataan tersebut
5. Suatu teori harus dapat diuji di dalam penelitian.
Lorens Bagus mengemukakan beberapa pengertian teori sebagai berikut :
1. Teori adalah pemahaman tentang hal-hal dalam hubungannya yang universal dan ideal antara satu sama lain.
2. Teori adalah prinsip abstrak atau umum didalam tumbuh pengetahuan yang menyajikan suatu pandangan yang jelas dan sistematis tentang beberapa materi pokoknya.
3. Teori adalah model atau prinsip umum, abstrak dan ideal yang digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala.
4. Teori adalah hipotesis, suposisi, atau bangun yang dianggap betul dan yang berdasarkan atasnya gejala-gejala dapat diperkirakan.
5. Dalam filsafat ilmu pengetahuan, teori berpijak pada penemuan fakta -fakta maupun pada hipotesis.
Kerangka teoretis penelitian ini harus menjadi acuan bagi usaha untuk memperdalam substansi penelitian. Jika rumusan masalah adalah alat ukur sampai batas mana seorang peneliti melakukan penelitian, pada metodologi.
Di dalam penelitian hukum, para peneliti harus menggunakan teori hukum sebagai kerangka teoretis penelitian. Biasanya konsep Friedman mengenai struktur, kultur, dan substansi hukum. Lawrence M. Friedman mengemukakan mengenai berhasil atau tidaknya penegekan hukum. Menurutnya, keberhasilan penegekan hukum sangat ditentukan oleh tiga unsur sistem hukum, yakni :
Struktur hukum (legal structure)
Substansi hukum (legal substance)
Budaya hukum (legal culture).
Legal structure adalah terkait dengan hukum sebagai elemen struktur, berupa lembaga dan aparat penegak hukum. Mereka ini menentukan apakah hukuk dapat ditegakkan atau tidak.
Adapun legal substance adalah elemen legal system yang juga sangat penting, karena ini terkait dengan substansi hukum. Substansi hukum bisa Undang-undang, peraturan atau keputusan.
Konsep ketiga dari Three Elemens Of Legal sistem adalah legal culture.
Dalam kerangka teori pada penulisan hukum, eksistensi teoretis yang dikemukakan oleh Friedman tersebut menjadi instrument teoretis yang sangat banyak digunakan. Penggunaan teori tersebut berkaitan dengan relevansinya objek penelitian dengan teori yang digunakan.
Karena itu, teori hukum adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum hukum, baik dilihat dari fenomena maupun peristiwa yang muncul.
F. Jawaban Terhadap Pertanyaan
Jika pertanyaan sebagaimana yang disebutkan dalam poin pertanyaan yang bersifat hipotesis di atas sudah diteliti, maka harus dipastikan jawabannya sesuai dengan pertanyaan. Mencari jawaban terhadap pertanyaan harus dilakukan melalui metode penelitian.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan baik apabila menggunakan metode penelitian sebagai instrumen penting untuk mengungkap pertanyaan sebagai hipotesis. Jawaban terhadap pertanyaan tidak dapat serta merta dilakukan tanpa menemukan secara benar, terukur dan jelas mengenai komisi negara secara keseluruhan.
Untuk mengungkap fakta dan memastikan kebenaran, selain dilakukan penelitian terhadap konsep hukum, teori hukum, sistem pemerintahan dan sebagainya, maka dapat pula dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan.
Seorang penulis hukum harus tahu persis makna pertanyaan untuk memastikan tujuan jawaban. Tidak boleh terjadi perbedaan antara pertanyaan dan jawaban. Jika pertanyaannya adalah terkait komisi negara, maka jangan dijawab dengan sistem pemerintahan.
G. Penutup
Bab penutup biasanya berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan catatan ringkas terhadap isi pembahasan. Perlu diperhatikan, untuk menunjukan logis atau tidak nya suatu hasil penelitian, selain pada subtansi pembahasan dan konten permasalahan yg dibahas, juga perlu diperhatikan bagaimna hubungan rumusan masalah dan kesimpulan yang diperoleh.
Prinsip penting yang harus dipegang adalah, jika di rumusan masalah terdapat tiga pertanyaanmaka kesimpulan harus juga menyimpulkan tiga poin.
Apabila rumusan masalah pertanyaan nya berupa ;
Bagaimanakah?
Apakah?
Kenapakah?
Maka yang akan dijawab dalam kesimpulan harus merujuk pada substansi pertanyaan di atas. Artinya kesimpulan pertama harus menjawab ketiga pertanyaan di atas.
Begitu juga dengan dengan saran. Saran yang diberikan adalah terkait dengan apa yang dapat dilakukan dengan hasil penelitian tersebut, atau apa yang mesti diperbaiki dan masih kurang dari objek yang diteliti sehingga diperlukan adanya perbaikan.
H. Contoh Struktur Penulisan Hukum Yang Logis
JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Orisinalitas Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Negara Hukum
1. Rule of law
2. Rechstaat
3. Socialist legality
B. Kekuasaan Presiden Dalam Bingkai Negara Hukum
1. Kekuasaan presiden sebagai kepala negara
2. Kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan
3. Kekuasaa terhadap Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara
4. Kekuasaan presiden dalam pembentukan undang-undang
C. Pembatasan Kekuasaan Presiden Dalam Negara Hukum
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Lokasi Penelitian
C. Jenis dan Sumber Data
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Analisis Data
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Pembahasan harus disesuaikan dengan apa yang ditanyakan dalam masalah. Jika rumusan masalah terdiri atas tiga pertanyaan, maka poin yang dibahas adalah fokus pada tiga pertanyaan tersebut. Contoh :
A. Pembahasan di sini harus disesuaikan dengan pertanyaan pada rumusan masalah poin ke satu
B. Pembahasan di sini harus disesuaikan dengan pertanyaan pada rumusan masalah poin ke dua
C. Pembahasan di sini harus disesuaikan dengan pertanyaan pada rumusan masalah poin ke tiga.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Jika rumusan masalah terdiri atas tiga poin, maka kesimpulan juga harus tiga poin yang mencakup jawaban terhadap rumusan masalah
B. Saran
Jika kesimpulan terdiri atas tiga poin, maka saran yang diusulkan juga harus tiga poin, mencakup solusi atas kesimpulan penelitian.